Kenapa Guru ?
Ketertarikan
saya terhadap profesi guru dimulai sejak saya masih berada di kandungan
(Becanda, wee). Ketika saya masih
sekolah dasar, ada guru PPL yang berlatih mengajar di kelas saya. Mahasiswa
muda yang penuh semangat saat mengajar, humoris, pintar, dan pandai mengolah
suasana. Semangat yang ia miliki menular kepada murid-murid SD yang mengamati
gerakannya dengan wajah lugu dan imut-imut (entah saya termasuk atau tidak).
Keberadaannya menyadarkan saya bahwa seorang guru tidak mutlak bersifat galak,
suka memberi PR, dan suka bikin dag dig dug (karena melaksanakan tanya jawab
dadakan), dan yang pasti tidak selalu membawa senjata berupa penggaris panjang
atau rotan ditangannya. Guru PPL yang ada dihadapan saya kala itu, adalah
seorang guru yang tampan, rapi, lucu, pintar, juga ramah. Saya bertekad untuk
menjadi guru yang seperti beliau kelak (kecuali tampan, karena saya masih betah
jadi perempuan cantik).
Beranjak
ke masa SMP, guru favorit saya adalah seseorang wanita muda anak satu yang saya
lupa namanya (maklum udah kebanyakan guru).
Beliau sangat akrab dengan murid-murid yang diajarnya. Bahkan mungkin
ada murid laki-laki yang naksir sama guru ini. Selain karena memasuki masa
puber, juga karena guru ini memang cantik luar biasa luar dalam. (Bukan dalaman
baju, tapi dalam hati. Ngeres) J
. Wah, kalau saya jadi guru, mungkin nggak ya ada murid yang naksir saya.
(Haha). Tapi bukan hal yang nggak mungkin, soalnya saya punya teman yang ibunya
perempuan dan bapaknya laki-laki, konon.. Ibunya Guru dan bapaknya adalah murid
si ibu. Asik banget ya tu ibu, dapet brondong, Wihiiiiy.. J
Nah,
Puncak kebulatan tekad saya untuk menjadi guru adalah ketika saya berada di
puncak gunung bromo (Becanda, wee. Mana pernah ke Bromo J) . Waktu SMA. Suatu ketika di
pelajaran Sejarah, yang merupakan hari bersejarah dalam hidup saya yang nggak
akan terlupakan (kecuali kalau cita-cita jadi gurunya nggak kesampaian) si mpu
sejarah ngasih tugas buat presentasi individu tentang pelajaran sejarah, nah..
seketika itu juga tangan dan otak saya bergerak dengan kecepatan 80km/jam
menyusun konsep presentasi (yang setelah kuliah saya kenal dengan nama peta
konsep). ahh.. pasti seru ni ngomong didepan sendirian (Notabene saya adalah
seorang yang pendiam dan minder dalam bergaul) saya pun semangat berlatih
mengajar di depan kaca (sambil sesekali latihan nyanyi juga, saingan sama
kodok). Seminggu kemudian tibalah saat yang ditunggu-tunggu, Time to
presentation, saya perhatikan teman-teman yang lain Cuma presentasi seadanya,
berdiri didepan kelas dengan gaya patung liberty megang buku dan membaca
teksbook. Alaaaaaah.., semakin dekat giliran saya, semakin ragu deh buat
presentasi ala guru yang udah terskenario rapi didalam kepala, dan giliran saya
maju, hening sesaat, tarik nafas, kemudian
pingsan (becanda,wee.) setelah menarik nafas dan mengucap salam, saya meminjam
spidol kepada mpu sejarah, mendekati papan tulis dan memulai aksi presentasi
ala guru didepan kelas yang berhasil membuat teman-teman terpukau. Selesai
presentasi, hening sesaat, tarik nafas, kemudian pingsan (becanda lagi, wee.)
selesai presentasi si mpu sejarah memberi komentar yang membuat saya yakin
bahwa saya pantas jadi guru. “Waaah.. Calon guru ini.. J” ucap beliau. Assaaa.. dalam
hati saya berteriak senang, saya yang notabene pendiam dan minder dalam
bergaul, berhasil menaklukan ketakutan yang ada dalam diri saya sendiri.
Mungkin
bagi kalian ini hanyalah hal yang biasa, tetapi bagi saya yang notabene pendiam
dan minder dalam bergaul, ini adalah hal yang luar biasa. Saya selalu memiliki
ketakutan yang luar biasa didalam diri saya, bahkan untuk berbicara kepada
teman sebaya yang baru dikenal pun saya bisa gemetaran dan keringat dingin,
apalagi berbicara dengan orang yang lebih tua, gugup, gagap, gagu , dan bisa pingsan seketika (Ini nggak
becanda, wee.) dan ketika saya berhasil mengalahkan ketakutan yang ada didalam
diri saya, saya merasakan kepuasan yang luar biasa.
Berdiri
didepan kelas, berbicara sepanjang jam pelajaran, mengelola kelas dengan banyak
murid, mencegah terjadinya keributan dan memastikan tercapainya tujuan
pembelajaran adalah hal-hal yang tidak mudah. Perlu kecakapan dan keberanian
dari seorang guru. Menjadi Guru yang sebenar-benarnya itu juga tidak mudah.
Karena manusia yang notabene memiliki batas kesabaran dan sifat amarah tentu
saja bisa mengalami kekhilafan ketika melaksanakan proses belajar mengajar.
Semoga guru-guru yang pernah mengajar saya selalu dikasihi Tuhan, dan
dimudahkan kehidupannya. Terimakasih Guruku.. :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar